lcRoHgqPZjWs3J6831YqB9z8W93RGUPK8UWFVz3x
Bookmark

KRITERIA KEBENARAN


Oleh Ami Priatna, S.Sos., M.Si

Apakah “benar” itu?

Randall & Bucher: “Persesuaian antara pikiran dan kenyataan”.
Jujun S. Suriasumantri: “Pernyataan tanpa ragu”.

Ketika kita mengakui kebenaran sebuah proposisi bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari, dasar kita tidak lain adalah sesuai tidaknya proposisi tersebut dengan kenyataannya.

TEORI PENENTUAN KEBENARAN

1. Teori Koherensi (Teori kebenaran saling berhubungan)
“Suatu proposisi (pernyataan) dianggap benar apabila pernyataan tersebut bersifat konheren atau konsisten atau saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.

Contoh: jika kita menganggap bahwa, “semua makhluk hidup pasti akan mati” adalah pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “pohon kelapa adalah makluk hidup dan pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Teori koherensi dipergunakan pada proses penalaran teoritis yang didasarkan pada logika deduktif.

2. Teori Korespondensi (Teori saling berkesesuaian)
Teori ini digagas oleh Bernard Russell (1872-1970). Menurutnya pernyataan dikatakan benar bila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan tersebut saling berkesesuaian dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.

Contoh: jika seseorang mengatakan bahwa “tugu monas ada di kota Jakarta” maka pernyataan tersebut adalah benar sebab pernyataan tersebut sesuai dengan fakta bahwa tugu monas berdiri di kota Jakarta.

Teori korespondensi digunakan untuk proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan data-data yang mendukung suatu pernyataan yang telah dibuat sebelumnya.

3. Teori Pragmatisme (Teori konsekuensi kegunaan)
Teori yang dicetuskan oleh Peirce ini disandarkan pada teori pragmatisme. Penganut teori ini menyatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria “apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis?”. Artinya, suatu pernyataan dikatakan benar jika konsekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

Pragmatisme bukanlah suatu aliran filsafat yang memiliki doktrin-doktrin falsafati, melainkan teori dalam penentuan kriteria kebenaran.

CARA PENEMUAN KEBENARAN

1. Cara penemuan kebenaran ilmiah

Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah adalah berupa kegiatan penelitian ilmiah dan dibangun atas teori-teori tertentu. kita dapat pahami bahwa teori-teori tersebut berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terkontrol berdasarkan data-data empiris yang ditemukan di lapangan.

Teori yang ditemukan harus dapat diuji keajekan dan kejituan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan dengan langkah-langkah serupa pada kondisi yang sama maka akan diperoleh hasil yang sama atau hampir sama.

Untuk sampai pada kebenaran ilmiah ini, maka harus melewati 3 tahapan berpikir ilmiah yang harus dilewati, yaitu: 1) Skeptik; 2) Analitik; dan 3) Kritis.

a. Skeptik
Cara berfikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang di dalam menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung di terima begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta atau bukti terhadap tiap pernyataan yang diterimanya.

b. Analitik
Ciri ini ditandai oleh cara orang dalam melakukan setiap kegiatan, ia selalu berusaha menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya, mana yang relevan dan mana yang menjadi masalah utama dan sebagainya. Dengan cara ini maka jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi akan dapat diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.

c. Kritis
Ciri berfikir ilmiah ketiga adalah ditandai dengan orang yang selalu berupaya mengembangkan kemampuan dan menimbang setiap permasalahan yang dihadapinya secara objektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan pola berpikir yang diterapkan selalu logis.

2. Cara penemuan kebenaran non-ilmiah

a. Akal sehat (common sence)
Akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagan yang memuaskan untuk kegunaan praktis bagi manusia. Sedangkan bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teori.

b. Prasangka
Penemuan pengetahuan yang dilakukan melalui akal sehat kebanyakan diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal ini menyebabkan akal sehat mudah berubah menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah perbuatan generalisasi yang terlalu dipaksakan, sehingga hal tersebut menjadi prasangka.

c. Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran ilmiah
Otoritas ilmiah biasanya dapat diperoleh seseorang yang telah menempuh pendidikan formal tertinggi, misalnya Doktor atau seseorang dengan pengalaman profesional atau kerja ilmiah dalam suatu bidang yang cukup banyak (profesor). Pendapat mereka seringkali diterima sebagai sebuah kebenaran tanpa diuji, karena apa yang mereka telah dipandang benar. Padahal, pendapat otoritas ilmiah tidak selamanya benar, bila pendapat tersebut tidak disandarkan pada hasil penelitian, namun hanya disandarkan pada pikiran logis semata.

d. Pendekatan intuitif
Dalam pendekatan ini orang memberikan pendapat tentang suatu hal yang berdasarkan atas “pengetahuan” yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tidak disadari atau tidak dipikirkan terlebih dahulu. Dengan intuitif orang memberi penilaian tanpa didahului oleh suatu renungan.

e. Penemuan kebetulan dan coba-coba
Penemuan secara kebetulan dan coba-coba, banyak diantaranya yang sangat berguna. Penemuan ini diperoleh tanpa rencana, dan tidak pasti. Misalnya, seorang anak yang terkunci dalam kamar, dalam kebingungannya ia mencoba keluar lewat jendela dan berhasil.
0

Post a Comment

Terimakasih telah memberikan komentar