Mari kita renungkan!
3. Membangun Bisnis Berkelanjutan
Bisnis ibarat seorang ibu yang membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang. Jika anaknya sedang sakit, ibu merawat anaknya dengan sabar. Mungkin sang anak menjadi sangat rewel karena menahan sakit, mungkin kondisinya menjadi sangat lemah sehingga sang ibu tidak bisa pergi ke manamana. Begitu pula bisnis. Mungkin bisnis yang dijalani menghadapi masa yang sangat sulit. Barang yang diproduksi tidak laku, saingan bertambah dan menggerogoti pangsa pasar tanpa kenal rasa kasihan. Utang yang dipinjam jatuh tempo, para pekerja menuntut kenaikan gaji serta berbagai tunjangan lainnya, harga bahan baku menjadi sangat mahal di satu sisi, sementara di sisi lain harga jual barang sulit untuk dinaikkan, atau berbagai kondisi lainnya yang menjadikan bisnis menjadi sulit berkembang.
Seorang pebisnis yang memiliki daya pikir filsafatis tidak akan kesal apalagi sampai putus asa menghadapi kondisi bisnis yang menjengahkan seperti itu. Dengan sabar ia akan terus memelihara bisnisnya. Ia akan pelajari titik-titik permasalahan yang membuat bisnisnya terpuruk dan sulit berkembang. Ia akan mengurai satu per satu permasalahan yang dihadapi untuk selanjutnya diselesaikan dengan sabar. Mungkin ia harus menghadapi suatu kondisi yang memaksa dirinya menutup bisnis yang digeluti, tapi bukan berarti keputusan itu adalah akhir dari upayanya dalam memelihara bisnis. Ia akan memulai bisnis lagi dari awal dan belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya. Tujuannya bukan sekedar mencari keuntungan semata dan sesaat. Namun, membangun bisnis yang berkesinambungan, yang terus bertahan hidup meski berbagai tantangan menghadapi jalan bisnis yang ia lakukan.
Membangun bisnis yang berkelanjutan bukanlah hal yang mudah. Salah satu upayanya adalah dengan membangun kesadaran dan ruh bisnis seperti paparan sebelumnya. Karenanya, melatih daya pikir filsafatis merupakan hal yang penting dalam membangun bisnis berkelanjutan. Simaklah kata-kata berikut
“kalau ingin membangun mega bisnis yang selalu menguntungkan dalam jangka panjang, maka nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan tidak boleh ditawar-tawar lagi. Kalau ingin menjadi ‘money magnet’ atau medan magnet uang yang menjadi daya tarik bagi para pengusaha, konsumen, pedagang dan pemilik modal dalam bekerja sama, maka nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan harus dikedepankan dalam berbisnis”. (Santosa, 2008)
Post a Comment